PAKKAR.ORG-INDRAMAYU JAWA BARAT:Sebanyak 53 mahasiswa Program Doktor (S3) Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL) Institut Pertanian Bogor (IPB University) melakukan kunjungan studi lapangan ke Kabupaten Indramayu. Kegiatan ini bertujuan mengintegrasikan teori ilmiah dengan kondisi nyata di lapangan guna merumuskan strategi adaptasi dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
Kepala Bappeda-Litbang Indramayu, Iin Indrayati, menyampaikan, Indramayu merupakan daerah strategis sebagai lumbung padi nasional dan sentra perikanan laut terbesar di Pantura Jawa Barat. Meski demikian, imbuhnya, berbagai ancaman lingkungan terus membayangi.
“Tantangan utama meliputi aberasi parah, banjir rob tahunan, intrusi air laut, serta meningkatnya kerentanan sektor unggulan seperti pertanian dan perikanan terhadap perubahan iklim,” katanya.
Di Pantai Eretan, jelas Iin, garis pantai mundur hingga 212 meter dalam 15 tahun. Akibatnya ratusan rumah terendam rob setiap tahunnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Program Studi Doktor PSL IPB, Prof. Dr. Lina Karlinasari bersama tim, melakukan evaluasi komprehensif terhadap pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di Indramayu.
“Melalui metode mixed-methods, kami menggunakan analisis spasial canggih seperti pemodelan banjir rob yang memprediksi genangan meluas hingga 16.514 hektare pada 2080. Analisis InSAR juga menunjukkan penurunan muka tanah sebesar 3–7 cm per tahun, yang memperburuk risiko banjir rob,” jelasnya.
Fokus utama kajian lapangan para doktor IPB ini, berada di Desa Karangsong, kawasan yang menjadi contoh nyata tekanan ekologis sekaligus pusat inovasi pengelolaan mangrove. Analisis keberlanjutan menunjukkan bahwa keberhasilan pengelolaan mangrove sangat dipengaruhi Tingkat Partisipasi Masyarakat Lokal (TPML), sinergi antar-lembaga, serta efektivitas Peraturan Desa No. 02/2009. Unsur-unsur tersebut menjadi key drivers dalam model analisis MICMAC.
Dalam aspek ketahanan pangan, katanya, kajian neraca beras mengungkap bahwa Indramayu diprediksi masih surplus beras hingga tahun 2048. Namun, trend ini dapat menurun tajam bila alih fungsi lahan tidak terkendali dan jika bencana lingkungan terus merusak lahan produktif.
Untuk menjaga posisinya sebagai lumbung pangan Jawa Barat, jelas Karlina, Indramayu perlu mempertahankan sedikitnya 210.000 hektare sawah produktif hingga 2040.
Strategi pengelolaan wilayah berkelanjutan yang direkomendasikan tim IPB adalah Pendekatan Lanskap Terpadu. Pendekatan ini, ujar Karlina, membagi wilayah pesisir Karangsong ke dalam enam zona, mulai dari Zona Inti Konservasi hingga Zona Permukiman Pesisir.
Pendekatan ini juga, imbuhnya, menggabungkan perlindungan ekologis, ekowisata mangrove, hingga penguatan ekonomi melalui model silvofishery yang berkelanjutan. Kajian kelayakan menunjukkan Karangsong memiliki kapasitas kunjungan hingga 803 orang per hari untuk ekowisata.
Sementara itu, Kepala Bappeda-Litbang menyambut baik temuan tersebut dan menegaskan bahwa rekomendasi riset akan diintegrasikan dengan visi daerah Indramayu “REANG” (Religius, Ekonomi Kerakyatan, Aman dan Nyaman, Gotong Royong).
Temuan ini juga akan menjadi bahan penting dalam penyusunan RPJMD 2025–2029. Terutama pada Misi ke-3 yang menekankan peningkatan ketahanan bencana dan adaptasi perubahan iklim.
Iin menekankan perlunya kolaborasi riset yang lebih terstruktur dengan IPB dan BRIN. Dia juga berharap ada dukungan teknologi adaptif di sektor pertanian dan perikanan.
Kunjungan studi ini menjadi contoh nyata sinergi antara sains dan kebijakan (science-based policy). Ia menghubungkan visi pembangunan nasional Asta Cita dengan aksi lokal yang adaptif dan berkelanjutan.
Hasil kajian 53 mahasiswa doktoral ini, ujarnya, dapat menjadi dasar kuat bagi Pemerintah Kabupaten Indramayu dalam menghadapi krisis iklim. Hal yang paling mendasar, pinta Iin, dapat memperkuat posisi Indramayu sebagai pusat ekonomi pesisir yang tangguh di Jawa Barat.(pakkar.org//ras/Penulis: Diskominfo imd ISN)






