PAKKAR.ORG-INDRAMAYU JAWA BARAT:Kisah pilu dialami mantan buruh migran Indonesia, Didi Suhendi (41) warga blok pancer pindang desa Cangkring, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu yang dituduh melakukan penguasaan lahan tanpa hak oleh mantan iparnya.
Kepada sorana.co.id, Pada Sabtu (15/04/2023), Didi masih keheranan saat menceritakan kejadian yang menimpa dirinya saat ini. Pria yang akrab disapa Pendi itu mengaku, bahwa rumah yang Ia tinggali saat ini dibangun dari hasil jerih payahnya selama bekerja di Taiwan.
Namun perceraian rumah tangganya dengan seorang wanita bernama Nopiyanti Binti Dariman pada tahun 2021 lalu, membuat dirinya di adukan ke polisi oleh Wawan Karsiwan Bin Dariman yang tidak lain merupakan mantan iparnya.
Didi menerangkan, bahwa dirinya dan Nopiyanti pernah bersama-sama bermimpi untuk membangun sebuah rumah impian yang nantinya akan ditinggali mereka dan seorang putri semata wayangnya yang kini berusia 12 tahun.
Sampai pada akhirnya impian itu terwujud setelah kedua pasangan suami istri yang menikah pada tahun 2011 silam itu sama-sama bekerja menjadi buruh migran.
Didi mengaku bahwa ia dan Nopiyanti saat itu telah mendapat persetujuan dari kedua orang tua mantan istrinya tersebut untuk membangun rumah di tanah yang kini menjadi inti aduan.
Lebih lanjut, Didi menegaskan, pernah terucap dari mantan mertuanya bahwa tanah tersebut adalah warisan yang diberikan untuk Nopiyanti.
“Saat itu mertua mengatakan bahwa tanah itu adalah warisan untuk nopiyanti, dan uang untuk membangun rumah tersebut seluruhnya berasal dari hasil kerja saya. Meskipun kita berdua sama-sama pernah bekerja di Taiwan”. Tegasnya
Sembari menunjukkan surat undangan yang diterima dirinya tertanggal 11 April 2023 dari pihak Kepolisian sektor Cantigi bernomor B/38/IV/2023/Reskrim, Didi merasa ada kejanggalan apabila hanya dirinya yang di undang untuk dimintakan keterangan.
Padahal ia mengaku, sudah seharusnya sang mantan istri juga dimintakan keterangan dalam perihal tersebut.
“terus sekarang tiba-tiba ada panggilan dengan keterangan perihal dari Polsek bertuliskan Restoratif Justice. Tapi kok tuduhannya hanya ke saya, padahal waktu membangun itu saya masih terikat pernikahan dengan Nopiyanti”. Tandasnya
Didi semakin merasa dibuat bingung oleh pelapor, karena dalam pertemuannya saat pemenuhan undangan kepolisan saat itu, Ia mengaku diberikan dua pilihan yang dianggap sangat merugikannya.
“terus waktu saya bertemu di Polsek, wawan mengatakan bahwa tanah itu adalah miliknya dan sudah memiliki dasar akta jual beli, namun ketika saya meminta ditunjukkan wawan enggan memperlihatkan”. Terangnya
“Ditambah lagi saya diminta harus pergi meninggalkan rumah dengan akan diberi ganti rugi bangunan dengan uang sebesar lima puluh juta atau saya akan dipenjarakan. Ini sangat tidak adil”. Sambung Didi
Didi berharap, permasalahan ini bisa diselesaikan dengan bijaksana dan berkeadilan bagi kedua belah pihak.
“saya cuma ingin ini diselesaikan baik-baik, antara saya dan Nopiyanti agar sama-sama memiliki hak dengan membaginya secara adil”. Pintanya.(pakkar.org//ras/@sihab)